Ustadz Abu Ismail Muhammad Rijal, Lc.
Ashabus Sabt, kisah mereka menjadi pelajaran penting sepanjang sejarah manusia. Berita tentang mereka secara khusus adalah peringatan bagi Yahudi agar segera beriman kepada Rasulullah صلى الله عليه وسلم, beriman kepada Al-Qur’an, sebelum turun azab, sebagaimana menimpa atas Ashabus Sabt.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ آمِنُوا بِمَا نَزَّلْنَا مُصَدِّقًا لِمَا مَعَكُمْ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَطْمِسَ وُجُوهًا فَنَرُدَّهَا عَلَىٰ أَدْبَارِهَا أَوْ نَلْعَنَهُمْ كَمَا لَعَنَّا أَصْحَابَ السَّبْتِ ۚ وَكَانَ أَمْرُ اللَّهِ مَفْعُولًا
“Wahai orang-orang yang telah diberi Al Kitab, berimanlah kalian kepada apa yang telah Kami turunkan (Al Quran), yang membenarkan Kitab yang ada pada kalian sebelum Kami mengubah muka (kalian), lalu Kami putarkan ke belakang atau Kami kutuk mereka sebagaimana Kami telah mengutuk orang-orang (yang berbuat maksiat) pada hari Sabtu. Dan ketetapan Allah pasti berlaku." [Q.S. An-Nisa : 47]
Bani Quraizhah, Bani Qainuqa’, atau Bani Nadhir, sebagai komunitas besar Yahudi di zaman Rasulullah صلى الله عليه وسلم sangat yakin akan kerasulan Muhammad صلى الله عليه وسلم. Jauh-jauh hari sebelum datangnya Ar-Rasul mereka tengah menantinya. Kini Rasul itu telah datang, Al-Haq telah terpampang di hadapan mereka, namun hasad menghalangi mereka dari iman.
Turunlah ayat-ayat Allah سبحانه وتعال memberikan peringatan kepada Ahlul Kitab. Termasuk peringatan untuk mereka adalah peristiwa bersejarah yang telah menimpa nenek moyang mereka, Ashabus Sabt. Agar tegak hujah atas mereka, dan agar mereka kembali ke jalan yang lurus.
ASHABUS SABT DALAM AL-QURAN
Ashabus Sabt, kisahnya masyhur di kalangan Ahlul Kitab. Bukan berita baru bagi mereka.
وَلَقَدْ عَلِمْتُمُ الَّذِينَ اعْتَدَوْا مِنْكُمْ فِي السَّبْتِ فَقُلْنَا لَهُمْ كُونُوا قِرَدَةً خَاسِئِينَ
"Dan sesungguhnya telah kalian ketahui orang-orang yang melanggar di antara kalian pada hari Sabtu, lalu Kami berfirman kepada mereka: 'Jadilah kalian kera yang hina'." [Q.S. Al Baqarah : 65]
Di dalam Al-Qur’an, kisah ini disebutkan di beberapa tempat. Namun, secara rinci Allah سبحانه وتعال sebutkan dalam surat Al-A’raf. Di awal kisah Allah سبحانه وتعال berfirman :
وَاسْأَلْهُمْ عَنِ الْقَرْيَةِ الَّتِي كَانَتْ حَاضِرَةَ الْبَحْرِ إِذْ يَعْدُونَ فِي السَّبْتِ إِذْ تَأْتِيهِمْ حِيتَانُهُمْ يَوْمَ سَبْتِهِمْ شُرَّعًا وَيَوْمَ لَا يَسْبِتُونَ ۙ لَا تَأْتِيهِمْ ۚ كَذَٰلِكَ نَبْلُوهُمْ بِمَا كَانُوا يَفْسُقُونَ
"Dan tanyakanlah kepada Bani Israil tentang negeri yang terletak di dekat laut ketika mereka melanggar aturan pada hari Sabtu, di waktu datang kepada mereka ikan-ikan (yang berada di sekitar) mereka terapung-apung di permukaan air, dan di hari-hari yang bukan Sabtu, ikan-ikan itu tidak datang kepada mereka. Demikianlah Kami mencoba mereka disebabkan mereka berlaku fasik." [Q.S. Al-A'raf : 163]
Allah سبحانه وتعال berfirman kepada Nabi-Nya, Muhammad صلى الله عليه وسلم (yang artinya), “Wahai Nabi, tanyakan kepada mereka, orang-orang Yahudi, ahlul kitab tentang kisah sebuah negeri di pesisir pantai.”
Pertanyaan ini sesungguhnya sebuah peringatan sekaligus celaan kepada Yahudi yang tidak mau beriman kepada Rasulullah صلى الله عليه وسلم. Keadaan mereka serupa dengan keadaan nenek moyangnya, Ashabus Sabt.
SEBAB KEBINASAAN ASHABUS SABT
Kejadian mereka menimpa Ashabus Sabt. Allah laknat mereka, Allah jauhkan mereka dari rahmat-Nya. Jasad-jasad mereka berubah menjadi kera yang hina. Subhanallah! Apakah gerangan yang terjadi?
Mereka telah melanggar batasan-batasan Allah سبحانه وتعال. Bahkan mereka melakukan tipu muslihat yang mereka anggap bermanfaat untuk menipu Allah سبحانه وتعال. Allah سبحانه وتعال berfirman (yang artinya), “Ketika mereka melanggar aturan pada hari Sabtu.”
Inilah diantara pelanggaran mereka, melanggar aturan pada hadi Sabtu. Dalam syariat Yahudi, Allah سبحانه وتعال mewajibkan mereka memuliakan hari Sabtu dengan beribadah dan meninggalkan pekerjaan, Allah سبحانه وتعال haramkan menangkap ikan di hari tersebut.
Larangan bekerja di hari sabtu dan mengkhususkannya untuk beribadah adalah syariat yang cukup berat atas mereka.
Dan disebabkan atas kefasikan mereka, Allah سبحانه وتعال perberat beban atas Yahudi. Allah سبحانه وتعال uji mereka dengan peristiwa yang sangat menajubkan. Allah سبحانه وتعال berfirman (yang artinya), “Di waktu datang kepada mereka ikan-ikan (yang berada di sekitar) mereka terapung-apung di permukaan air, dan di hari-hari yang bukan Sabtu, ikan-ikan itu tidak datang kepada mereka.”
Hari sabtu sebagai hari larangan, justru di hari itulah ikan-ikan bergegas ke permukaan laut. Berbagai jenis ikan bermunculan, -hanya Allah سبحانه وتعال saja yang mengetahui banyaknya jenis dan jumlahnya-, muncul di permukaan laut. Dan jika sabtu telah berlalu, hilang semua ikan yang bermunculan di tepian permukaan laut. Semua kembali ke tengah laut dan tidak akan diperoleh melainkan dengan kerja keras.
Allahu Akbar ! Benar-benar menajubkan! Bukankah hewan tidak mengerti hari dan tidak bisa membedakan?
Namun, seakan-akan ikan laut mampu membedakan hari. Di hari itu mereka serempak bermunculan di permukaan laut dan menepi di pesisir pantai. Dan di selain hari sabtu, ikan-ikan enggan menampakkan dirinya. Itulah kekuasaan Allah, itulah sebagian dari ilmu Allah yang Maha Luas.
Syariat yang berat menjadi semakin beratlah atas Bani
Israil. Ini semua tidak lain dengan sebab kefasikan mereka. Sebagaimana Allah سبحانه وتعال
ingatkan dalam firman-Nya yang artinya, “Demikianlah Kami mencoba mereka
disebabkan mereka berlaku fasik.”
Ini pula yang terjadi pada zaman ini. Karena kefasikan
manusia, perkara haram dan syubhat menjadi sangat merebak di sekitar kita,
begitu mudah dinikmati. Sebut saja sebagai misal, semua transaksi dihiasi
dengan riba dan harta syubhat, pinjaman-pinjaman ribawi demikian mudah dipetik,
muamalah-muamalah yang penuh syubhat, dan keharaman sangat menjanjikan hasil
dan kekayaan. Persis seperti ikan-ikan yang berbondong ke tepi laut dan
permukaannya di hari Allah larang Yahudi berburu ikan.
Manusia pun lebih suka bergelut dengan barang haram dan
muamalah yang penuh dengan syubhat, karena banyak dan mudah dicapai ketimbang
muamalah yang bersih dari riba dan noda syubhat. Serupa dengan Yahudi yang
lebih suka menangkapi ikan-ikan yang dating di hari sabtu dengan tipu daya yang
mereka lakukan. Sungguh kefasikan adalah sebab segala kesempitan, dan
merebaknya kejelekan berikutnya.
YAHUDI KAUM YANG SUKA MELAKUKAN TIPU DAYA (HILAH)
Bagaimana kelakuan kebanyakan yahudi saat dating ujian dari
Allah, berupa ikan yang dating berbondong-bondong di hari sabtu ? Mereka
berfikir, adakah jalan untuk mengelabui syariat? Demikianlah sifat Yahudi.
Mereka sengaja tidak mencari ikan di hari sabtu, namun
mereka memiliki keinginan untuk meraup keuntungan dengan menangkap ikan-kan di
hari sabtu. Hilah pun mereka lakukan. Di hari jum’at, ashabus sabt menggali
galian-galian dan memasang perangkap-perangkap ikan. Sudah barang tentu di hari
sabtu ikan-ikan akan masuk ke dalam lubang-lubang galian dan terperangkap dalam
jaring-jaring. Dan di hari Ahad, barulah mereka memanen ikan yang melimpah ruah
tanpa ada kesusahan.
Dengan perbuatan itu mereka berkata, “Kami tidak melanggar
larangan Allah. Kami tidak bekerja di hari sabtu.”
Keadaan ini terus berlangsung, dan para pelaku hilah menjadi
mayoritas di tengah-tengah kota pantai yang Allah kisahkan.
PECAH MENJADI TIGA GOLONGAN
Kemungkaran merebak di negeri itu. Kehormatan hari sabtu
dirobek. Syariat Allah dilanggar, bahkan dengan tipu muslihat. Mayoritas
penduduk melanggar kehormatan hari sabtu. Inilah golongan pertama kaum
pendurhaka dan pelaku hilah.
Tidak semua tergelincir dalam api kebinasaan. Masih ada di
tengah mereka sebagian kecil manusia yang dengan gigihnya menegakkan amar
ma’ruf nahi munkar. Dan merekalah golongan kedua.
Di tengah mereka ada pula golongan ketiga, yaitu mereka yang
sesungguhnya membenci kemungkaran, namun tidak ikut serta dalam nahi
munkar. Mereka mencukupkan apa yang
telah dilakukan saudaranya yang dengan gigih melarang kemungkaran. Bahkan
sempat mereka berkata kepada golongan kedua, “Mengapa kalian menasihati kaum
yang Allah akan membinasakan mereka atau mengazab mereka dengan azab yang amat
keras?” Sebagaimana Allah سبحانه وتعال kisahkan sebagian dialog golongan kedua dan ketiga
dalam firman-Nya :
وَإِذْ قَالَتْ أُمَّةٌ مِنْهُمْ لِمَ تَعِظُونَ قَوْمًا ۙ اللَّهُ
مُهْلِكُهُمْ أَوْ مُعَذِّبُهُمْ عَذَابًا شَدِيدًا ۖ قَالُوا مَعْذِرَةً
إِلَىٰ رَبِّكُمْ وَلَعَلَّهُمْ يَتَّقُونَ
"Dan (ingatlah) ketika suatu umat di antara mereka berkata: 'Mengapa kalian
menasehati kaum yang Allah akan membinasakan mereka atau mengazab
mereka dengan azab yang amat keras?' Mereka menjawab: 'Agar kami
mempunyai alasan (pelepas tanggung jawab) kepada Rabb kalian, dan supaya
mereka bertakwa'." (QS: Al-A'raf Ayat: 164)
Pembaca Qudwah yang dirahmati Allah, perhatikan sejenak
jawaban mereka yang terus melakukan nahi munkar, “Mereka menjawab, ‘Agar kami
mempunyai alas an (pelepas tanggung jawab) kepada Rabb kalian, dan supaya
mereka bertakwa’.”
Jawaban ini patut kita renungkan. Inilah sesungguhnya maksud
amar ma’ruf nahi munkar. Pertama : Menegakkan hujjah dan menyampaikan kepada
manusia. Kedua : Semoga dengan itu mereka mendapat hidayah dan mau meninggalkan
kemungkaran yang mereka lakukan.
Nabi dan Rasul beserta para ulama pewaris nabi, tugas mereka
hanya menyampaikan. Adapun hidayah, semua di Tangan Allah.
AZAB ALLAH TIBA
Waktu berjalan demikian cepat. Peringatan demi peringatan
tidak juga membuat pelaku kemungkaran bergeming dari kemungkarannya. Ajal pun
sampai, saat azab Allah tiba.
فَلَمَّا نَسُوا مَا ذُكِّرُوا بِهِ أَنْجَيْنَا الَّذِينَ يَنْهَوْنَ عَنِ
السُّوءِ وَأَخَذْنَا الَّذِينَ ظَلَمُوا بِعَذَابٍ بَئِيسٍ بِمَا كَانُوا
يَفْسُقُونَ
"Maka tatkala mereka melupakan apa yang diperingatkan kepada mereka, Kami
selamatkan orang-orang yang melarang dari perbuatan jahat, dan Kami
timpakan kepada orang-orang yang lalim siksaan yang keras, disebabkan
mereka selalu berbuat fasik." (QS: Al-A'raf Ayat: 165)
Kamu yang selalu menegakkan amar ma’ruf nahi minkar Allah
selamatkan. Adapun mereka yang zalim, para pelaku hilah Allah binasakan. Masih
tersisa golongan yang ketiga, yaitu mereka yang membenci kemungkaran, namun
diam tidak melakukan nahi munkar. Bagaimana nasib mereka? Apakah mereka selamat
dari azab? Atau mereka bersama dengan kaum durjana yang Allah ubah jasadnya
menjadi kera?
Para ulama berbeda pendapat tentang golongan ini. Selamat
atau ikut binasa.
Ada yang mengatakan mereka termasuk yang selamat dari azab
Allah سبحانه وتعال, ada pula yang mengatakan mereka juga mendapat azab.
Lahiriah ayat menunjukkan bahwa mereka Allah selamatkan. Dan
inilah yang benar insyaallah kaena beberapa alasan:
- Karena di dalam ayat, Allah سبحانه وتعال khususkan kebinasaan iyu hanya menimpa orang-orang yang zalim. Sementara, Allah tidak mensifati mereka sebagai orang-orang yang zalim
- Sisi lain yang menguatkan pendapat ini, amar ma’ruf nahi munkar hukumnya fardhu kifayah; jika sudah ada yang menjalankan maka gugurlah dari yang lain. Jadi, mereka mencukupkan diri karena sudah adanya peringatan dan nasihat dari yang lain.
- Sisi yang patut kita renungi pula, mereka pun membenci dan mengingkari perbuatan tersebut, melalui ucapan mereka dalam ayat ini:
“Mengapa kalian menasihati kaum yang Allah
akan membinasakan mereka atau mengazab mereka dengan azab yang amat keras?”
Tampak dalam ucapan mereka kebencian
terhadap para pelaku maksiat dan meyakini bahwa Allah akan menghukum mereka
dengan hukuman yang sangat berat, tentu jika tidak bertaubat. Pendapat inilah
yang dipilih Al-Imam Ibnu Katsir رحمه الله.
AKHIR DARI TIPU MUSLIHAT
Setelah sekian lama mereka mendurhakai
Allah, setelah sekian lama nasihat sampai kepada mereka, setelah hati mereka
keras. Datanglah azab Allah. Hari-hari yang biasa mereka lalui dengan segala
keramaian mengangkat hasil panen. Hiruk-piruk ashabus sabt dengan ikan-ikan
yang mereka peroleh dengan jalan yang haram, hilang sudah. Tidak ada lagi
keramaian, tidak ada lagi hiruk-piruk. Allah سبحانه وتعال rubah mereka menjadi kera-kera
yang hina, kemudian binasa, membawa kemurkaan dan laknat dari Allah. Allahul
musta’an.
Kitah ashabus sabt adalah pelajaran, bukan
hanya bagi kaum yang menyimpang, juga peringatan dan pelajarn bagi kaum yang
bertakwa.
وَلَقَدْ عَلِمْتُمُ الَّذِينَ اعْتَدَوْا مِنْكُمْ فِي السَّبْتِ فَقُلْنَا لَهُمْ كُونُوا قِرَدَةً خَاسِئِينَ
فَجَعَلْنَاهَا نَكَالًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهَا وَمَا خَلْفَهَا وَمَوْعِظَةً لِلْمُتَّقِينَ
"Dan sesungguhnya telah kalian ketahui orang-orang yang melanggar
diantara kalian pada hari Sabtu, lalu Kami berfirman kepada mereka: 'Jadilah
kalian kera yang hina'. Maka Kami jadikan yang demikian itu peringatan bagi orang-orang dimasa
itu, dan bagi mereka yang datang kemudian, serta menjadi pelajaran bagi
orang-orang yang bertakwa." (QS: Al-Baqarah Ayat: 65-66)
FAEDAH-FAEDAH
- Diharamkannya merekayasa syariat, membuat tipuan-tipuan dengan maksud menggugurkan kewajiban atau memoles keharaman sehingga tampak seolah-olah tidak haram.
- Yahudi adalah kaum yang gemar melakukan hilah (tipu muslihat). Merekayasa syariat sehingga perkara yang haram tampak seolah-olah halal. Seperti Ashabus Sabt, ketika dilarang bekerja di hari Sabtu. Namun, kemudian mereka melakukan rekayasa dengan memasang perangkap, jaring atau semisalnya di hari jumat. Lalu memanenya di hari Ahad.
- Kisah ini juga peringatan bagi kaum muslimin akan kelakuan Yahudi dan Nasrani. Karena segala kemungkaran yang dilakukan Yahudi, pasti aka nada di tengah umat ini yang mengikuti jejak mereka. Sebagaimana pernah disabdakan Rasulullah صلى الله عليه وسلم dalam sebuah hadits :
“Sungguh kalian benar-benar akan mengikuti
jalan orang sebelum kalian, sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta,
sampai apabila mereka masuk lubang biawak, pasti kalian akan mengikutinya.”
Para shahabat bertanya, “Ya Rasulullah, apakah Al Yahudi dan Nasrani?” Beliau
menjawab, “Siapa lagi?” [H.R. Al Bukhari dan Muslim, dari shahabat Abu Said Al
Khudri رضي الله عنه ].
Akan ada golongan yang tidak mementingkan
amar ma’ruf nahi munkar. Mereka benci kemungkaran yang ada di sekitarnya, namun
berputus asa dari nahi munkar. Sebagaimana ada di antara Yahudi yang tidak
melakukan nahi munkar kepada Ashabus Sabt.
Di tengah umat juga akan ada kaum muslimin yang suka melakukan hilah, sebagaimana terjadi di tengah-tengah Yahudi.
- Kisah ini menunjukkan betapa sempurnaya kekuasaan dan kemampuan Allah. Allah Maha Kuasa merubah manusia mnjadi kera-kera dan babi. Demikian pula munculnya ikan hanya di hari sabtu, pun menunjukkan betapa besar kemampuan Allah سبحانه وتعال.
- Kebinasaan suatu kaum tidak lain sebabnya adalah perbuatan tangan mereka sendiri. Sebagaimana dalam ayat ini, Allah سبحانه وتعال berfirman:
"Dan Kami timpakan kepada orang-orang yang lalim siksaan yang keras, disebabkan mereka selalu berbuat fasik." (QS: Al-A'raf Ayat: 165)
- Amar ma’ruf nahi munkar termasuk sebab seseorang mendapatkan keselamatan dari azab Allah.
- Diantara uslub atau metode dakwah adalah mengingatkan kejadian-kejadian kaum yang telah lalu. Baik kaum yang mendapatkan kemuliaan atau kaum yang mendapatkan kebinasaan. Q
[Ditulis ulang www.pemetik-ilmu.blogspot.com
dari Majalah Qudwah edisi 9 Vol.01 2013]
0 komentar:
Posting Komentar